Subscribe Twitter

Jumat, 12 November 2010

obat otonomik

1.1  ANATOMI SUSUNAN SARAF OTONOM
Saraf otonom terdiri dari saraf praganglion, ganglion, dan saraf pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Lin gkaran saraf refleks saraf otonom terdiri dari : serat aaferen yang sentripetal disalurkan melalui N, vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf-saraf otonom lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara serabut aferen system saraf otonom dengan serabut aferen sisten saraf somatic, sehingga tidak dikenal obat yang secara spesifik dapat memepengaruhi serabut aferen otonom.
Saraf otonom juga berhubungn dengan saraf somatic; sebaliknya, kejadian somatic dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada susunan saraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata terdapat pengaturan pernapasan dan tekanan darah; hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air metabolisme karbohidarat dan lemak, pusat tidur, dsb. Hipotalamus dianggap sebagai pusat susunan saraf otonom. Walaupun demikian ada pusat yang lebih tinggi lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu krpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai koordinator antara system otonom dan somatic. Serat eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal 1 sampai lumbal 3, dalam system ini termasuk ganlia paravertebral, pravertebal, dan ganglia terminal. Sistem parasimpatis atau kranosakal outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, VII, IX, dan X, dan N.
Perbedaan antara system saraf otonom dan somatic :
·         Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangaka
·         Sinaps saraf aotonom yang paling distal terletak dalam ganglia yang berada di luar susunan saraf pusat. Sinaps saraf somatic semuanya terletak di dalam susunan saraf pusat.
·          Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf somatic tidak membentuk pleksus.
·          Saraf somatic diselubungi sarung myelin, saraf otonom pasca ganglion tidak bermielin.
·          Saraf otonom menginervasi sel efektor y ang bersifat otonom; artinya, sel efektor itu masih dapat bekerja tanpa persarafan. Sebaliknya jika saraf somatic outus maka otot rangka yang bersangkutan mengalami paralysis dan kemudian atrofi.
1.2  FAAL SUSUNAN SARAF OTONOM
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan fungsi ang antagonistic. Bila satu mengahambat suatu fungsi , maka yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh yang jelas adalah midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis.
Organ tubuh uumnya di persarafi oleh saraf simaptis dan para simpatis, dan tonus yang erlihat amerupakan hasil perinbangan kedua system tersebut. Inhibisi salah satu system oleh obat maupun akibat denervasi menyebabkan aktifitas organ tersebut didominasi oleh siatem yang lain. Tidak pada semua organ terjadi antagonisme ini, kadang-kadang efeknya sama, missal pada kelenjar liur. Sekresi liur dirngsang baik oleh saraf simpatis maupun parasimpatis, tetapi sekrket yang dihasilkan berbeda kualitasnya; pada perangsanagn simpatis luir kental, sedang pada perangsangan parasimpatis liur lebih encer.
Sistem simpatis aktif setiap saat walupun aktifitasnya bervariasi dari waktu ke waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi terus menerus. Dalam keadaan darurat system simpatoadrenal berfungsi sebagai satu kesatuan. Sistem ini bekerja secara serentak: denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, darah terutama dialirkan ke otot rangaka, glukosa darah meningkat, dilatasi bronkus, dan midriasis.
Sistem simpatis fungsinya lebih terlokalisasai , tidak difus seperti system simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan konservasi sewaktu aktifitas organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan tekanan darah pada fungsi basal, menstimulasi system pencernaan berupa peniengakatanaaa motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorbsi makanan, memproteksi retina terhadap cahaya berlebihan, serta mengosongkan rectum dan kandung kemih.
1.3  OBAT SARAF OTONOM
  1. Pengertian
Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.
  1. Pembagian obat otonomik
1.      Menurut khasiatnya, obat otonomik dibagi menjadi :
a.       Zat yang bekerja terhadap SSO, yaitu :
·      Simpatomimetika ( adrenergika )
Obat ini disebut obat adrenergika karena efek yang ditimbulkannya mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau simpatomimetik). Kerja obat adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1.   perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa, kelenjar liur dan keringat
2.   penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka
3.   perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi
4.   perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan pengurangan nafsu makan
5.   efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6.   efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa (α) dan beta (β) pada sel efektor.
Efek Adrenergik Alfa1:
·       Meningkatkatkan kontraksi jantung
·       Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah
·       Midriasis: dilatasi pupil mata
·       Kelenjar saliva: pengurangan sekresi
Alfa2:
·       Menghambat pelepasan norepineprin
·       Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)
Beta1:
·       Meningkatkan denyut jantung
·       Menguatkan kontraksi
Beta2:
·       Dilatasi bronkiolus
·       Relaksasi peristaltik GI dan uterus
Contoh Obat Adrenergika
·      Epineprin
·      Norepineprin
·      Isoproterenol
·      Dopamin
·      Dobutamin
·      Amfetamin
·      Metamfenamin
·      Efedrin
·      Metoksamin
·      Fenilefrin
·      Mefentermin
·      Metaraminol
·      Fenilpropanolamin
·      Hidroksiamfetamin
·      Etilnorepineprin
Epineprin
·      Absorpsi: peroral tidak efektif , dirusak oleh enzim di usus dan hati, sub kutan lambat karena vasokonstriksi, im cepat
·      Intoksikasi: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, lemah, pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi
§  Penggunaan klinis epinefrin adalah pada :
Ø Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat), meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
Ø Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.
Ø Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat pada organ tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
Ø Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
Ø lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat pembekuan darah
·      Efek samping: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi, hipertensi, perdarahan otak, hemiplegia, aritmia dan fibrilasi ventrikel
·      Kontraindikasi: penderita yang dapat alfa bloker non selektif → kerjanya tidak terimbangi pada reseptor alfa pembuluh darah → hipertensi hebat dan perdarahan otak
·      Penggunaan klinis: asma, alergi
·      Sediaan :
Suntikan: lar 1:1000 epi HCl (untuk syok → sk 0,2 – 0,5 ml)
Inhalasi: epi 1%, 2% → asma
Tetes mata: epi 0,1 – 2%
Dopamin
Bekerja meningkatkan tekanan sistolik pada penderita shock serta meningkatkan aliran darah ginjal dan glomerulus. Efek samping pada dosis tinggi menimbulkan efek adrenergik yang hebat dengan efek lain berupa nausea, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, kepala, dan hipertensi.
Efedrin
Digunakan pada penderita asma atas dasr efek bronkodilatasinya yang lama, dekongestiv dan midriatrik. Efek samping dosis tinggi pada jantung yaitu cemas, gelisah, sukar tidur, gemetaran dan takikardia serta kerja sentral.
·      Simpatolitika ( adrenolitika )
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan adrenergik.
Efek Simpatolitik
·       Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
·       Menurunkan denyut nadi
·       Konstriksi bronkiolus
·       Kontraksi uterus
·       Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
 Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi :
1.      Penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker).
yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa (a) maupun beta (b) sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik. Penghambat adrenoseptor ini dibagi menjadi dua yaitu :
a.    Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
·       Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk berinteraksi dengan obat adrenergik atau rangsangan adrenergik.
·       Efek vasodilatasi → TD turun, dan terjadi reflek stimulasi jantung
·       Efek samping: hipotensi postural
·       Penggunaan klinis: feokromositoma (tumor anak ginjal → sekresi NE dan epi ke sirkulasi), BPH → menghambat dihidrotestosteron yang merangsang pertumbuhan prostat
·       Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan alfa bloker lain misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker adalah hipertensi, feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.
b.     Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
§  Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi (eksogen dan endogen) pada adrenosptor beta
·       Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol → beta bloker kardioselektif (afinitas lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada beta2)
·       Efek: denjut dan kontraksi jantung ↓, TD ↓,
·       Sediaan: propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol, bisoprolol, asebutolol, pindolol, nadolol, atenolol
·       Efek samping: gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasme, gangguan sirkulasi perifer, gejala putus obat (infark, aritmia), hipoglikemia, gangguan tidur, mimpi buruk, insomnia
·       Penggunaan klinis: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik, feokromositoma, tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas.
·       Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol, asetabutolol, timolol, atenolol, oksiprenolol dan sebagainya.
2.      Penghambat saraf adrenergik
yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
3.      Penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral.
yaitu obat yang menghambat perangsangan adrenergik di SSP.Obat penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin dan metildopa yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
2.      Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yaitu :
    • Parasimpatomimetika ( kolinergika )
Obat yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin.
Penggunaan kolinergik
Kolinergik terutama digunakan pada :
§  Glaukoma, yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intra okuler meningkat dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan kebutaan. Obat ini bekerja dengan jalan midriasis seperti pilokarpin, karbakol dan fluostigmin.
§  Myastenia gravis, yaitu suatu penyakit terganggunya penerusan impuls di pelat ujung motoris dengan gejala berupa kelemahan otot-otot tubuh hingga kelumpuhan. Contohnya neostigmin dan piridostigmin.
§  Atonia, yaitu kelemahan otot polos pada saluran cerna atau kandung kemih setelah operasi besar yang menyebabkan stres bagi tubuh. Akibatnya timbul aktivitas saraf adrenergik dengan efek obstipasi, sukar buang air kecil atau lumpuhnya gerakan peristaltik dengan tertutupnya usus (ielus paralitikus). Contohnya prostigmin (neostigmin).
Ada 2 macam reseptor kolinergik:
Ø Reseptor muskarinik: merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung
Ø Reseptor nikotinik/ neuromuskular → mempengaruhi otot rangka
Penggolongan Kolinergik
Ø Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Ø Cholinesterase inhibitor (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
Ø Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Ø Obat kolinergik lain ( metoklopramid, sisaprid)
Farmakodinamik Kolinergik
Ø Meningkatkan TD
Ø Meningkatkan denyut nadi
Ø Meningkatkan kontraksi saluran kemih
Ø Meningkatkan peristaltik
Ø Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
Ø Konstriksi pupil mata (miosis)
Ø Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping
Ø Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
Ø Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Ø Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
Indikasi
Ø Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid beladona, faeokromositoma
Ø Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
Intoksikasi
Ø Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
Ø Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
Ø Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
Obat Kolinergik Lain
Ø Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik, mencegah dan mengurangi muntah
Ø Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan ektrapiramidal
Ø Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dispepsia
Ø Efek samping: kolik, diare
·       Parasimpatolitika ( antikolinergika )
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
Efek Anti Kolinergik
o  Meningkatkan denyut nadi
o  Mengurangi sekresi mukus
o  Menurunkan peristaltik
o  Meningkatkan retensi urine
o  Dilatasi pupil mata (midriasis)
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium bromida dan sebagainya. Atropin
o  Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
o  SSP → merangsang n.vagus → frekuensi jantung berkurang
o  Mata → midriasis
o  Saluran nafas → mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus
o  Kardiovaskuler → frekuensi berkurang
o  Saluran cerna → antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus)
o  Otot polos → dilatasi saluran kemih
o  Eksokrin → saliva, bronkus, keringat → kering
o  Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata → masuk hidung → absorbsi sistemik → keracunan
Efek samping
 mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia, retensio urin, muka merah
Indikasi
penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung).
3.      Zat-zat perintang ganglion
Yang merintangi penerusan impuls sel-sel ganglion simpatik dan parasimpatik. Efeknya yaitu, vasodilatasi karena blockade susunan simpatik, sehingga digunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat hipertensi umumnya tidak digunakan lagi karena berhubungan dengan efek samping yang menyebabkan blockade dari SP seperti gangguan penglihatan, obstipasi, kurangnya sekresi berbagai kelenjar. Misalnya senyawa ammonium kwarterner.
  1. Mekanisme kerja obat otonomik
·       Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat atau mengintensifkannya.
·       Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel organisme.
·       Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat tersebut.
·       Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
-    Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke  dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi sintesis ACh.
-    Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
-    Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
-    Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
-    Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
-    Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
-    Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
-    Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
-    Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
-    Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor.
-   Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
a.     Kolinergik
-    Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang disusul blokade di reseptor nikotinik.
b.   Adrenergik
-    Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf.  Ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
-    Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
-   Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.
1.4  DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. Universitas Indonesia, FK. FARMAKOLOGI dan TERAPI Edisi 4. 1995. Jakarta : FK UI.
Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC